Minggu, 08 Januari 2012

Tentang hukuman rajam bagi wanita hamil.


BAB II
                                                       PEMBAHASAN
1.Terjemahan dari hadist diatas tentang hukuman rajam bagi wanita hamil.
         حد ثنا الحسن بن ءلئ, جد ثنا عبد الر زاق, حد ثنا معمر, عن يحي بن ابي كثير, عن ا بي قلابة, عن ابي المهلب, عن عمران بن حصين:
ان امراة من جهينة اعترفت عند النبي ص.م.  با لزنا, فقلت: اني حبلي, فدعا النبي ص.م. و ليها, فقا ل: ا حسن اليها, فاذا وضعت حملها فاحبرني, ففعل فامر بها فشدت عليها ثيابها ثم امر برخمها, فر خمت, ثم صلي عليها, فقال له عمر بن الخطاب: يا رسو ل ا لله ! ر خمتها ثم تصلي عليها ؟ فقا ل: لقد تابت توبة لو قسمت بين سبعين من اهل المدينة لو سعتهم, و هل و جد ت شيئا افضل من ان خا دت بنفسها لله. 
Yang artinya :
Dari Imran bin Husain Ram, bahwasanya ada seorang perempuan dari juhainiyah datang menemui Nabi Allah SAW sedangkan ia dalam keadaan hamil karena zina, wanita itu berkata : “Wahai Nabi Allah, aku telah melanggar Had maka hukumlah aku “lalu Nabi Allah SAW memenggil walinya, lalu bersabda : “ Berbuat baiklah terhadapnya. Jika ia telah melahirkan datanglah kembali ke1padaku bersamanya”. Semuanya dilakukan oleh walinya. Setelah melahirkan dikemaslah pakaiannya lalu Nabi Allah SAW memerintahkannya untuk dirajam,lalu beliau shalatkan. Berkatalah Umar Ra kepada beliau :“Engkau shalatkannya Ya Nabi Allah padahal ia telah berzina ? Nabi SAW bersabda :”Sesungguhnya ia telah bertaubat yang mana jika dibagi kepada 70 penduduk Madinah, niscaya cikup bagi mereka apakah engkau temukan taubat yang lebih utama dari perempuan yang merelakan dirinya untuk Allah ?”(HR. Muslim).[1]
2. Penjelasan Hadist.
            Para ulama telah bersepakat, bahwa hukuman yang dikenakan
atas diri pelaku zina muhshan (janda, duda, laki-laki, atau perempuan yang masih beristeri atau yang sudah bersuami) adalah wajib di rajam sampai mati. Dari hadist tersebut juga dijelaskan bahwa perempuan yang datang kepada Rasulullah Saw, yang mengakui atas perbuatannya karena telah berzina dan mengakibatkan dia hamil dan meminta untuk dihukum. Dalam hal ini Rasulullah Saw, memerintahkan untuk menunggu merajam wanita penzina itu dikarenakan wanita itu hamil dan  pelaksanaan hukuman rajam di tunda hingga wanita itu melahirkan, barulah setelah melahirkan diperbolehkan untuk dilaksankannya hukuman rajam tersebut. Dan Rasulullah memerintahkan untuk menshalati karena perempuan tersebut mau mengakui perbuatannya dan mau memperbaiki (taubat)  karena Allah. Dalam hadist tersebut juga menunjukkan bahwa orang yang akan dihukum itu auratnya harus tetap dipelihara jangan sampai terbuka.[2]
3. Syarat-Syarat Pemberian Hukuman Rajam.
Syarat-syarat berlakunya hukuman rajam yaitu:
1. Dia adalah seorang mukallaf, yakni berakal waras dan sudah baligh.
2.  Dia adalah seorang yang merdeka.
3. Dia sudah pernah merasakan persetubuhan dalam ikatan perkawinan yang syah. Artinya pezina tersebut sudah pernah memilki isteri atau bersuami menurut nikah yang syah.
4. Mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang.
5. Melakukannya atas kehendak sendiri bukan dipaksa.[3]

Jika seorang wanita yang sedang hamil dan dikenakan hukuman mati seperti rajam,maka pelaksanaa dari hukuman tersebut harus ditangguhkan hingga ia melahirkan dan menyapih anaknya. Nabi saw. telah menangguhkan pelaksanaan hukuman rajam bagi seseorang wanita yang sedang hamil dari hasil berjina, ketika telah tampak tanda-tanda kehidupan pada janin tersebut. Dari Amran bin Husain diriwayatkan bahwa seseorang wanita dari banil juhainah datng kepada Nabi saw, sedangkan ia dalam keadaan hamil akibat zina. Ia berkata: Yaa Nabiyullah, jatuhkan lah hukuman’had’kepadaku. Maka nabi saw. Memanggil wali dari wanita tersebut dan berkata: Rawatlah ia baik-baik, jika telah melahirkan mak bawa ia kesini. Kemudian hal itu dilaksanakan. Lalu diperintahkan untuk merajamnya. Wanita itu mengikat bajunya dan dirajamlah ia. Kemudian Nabi saw. Mensholatkannya. (HR Muslim)
Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan, bahwa Al Ghamidiyah datang kepada Rasulullah saw dan mengadu: Yaa Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina, maka sucikanlah aku. Tapi Rasulullah menolaknya. Besoknya ia datang lagi dan berkata: Yaa Rasulullah, mengapa engkau menolakku, seakan-akan seperti menghalau Maiz ( yang telah berbuat zina)? Demi Allah, aku sedang mengandung. Rasulullah berkata: pergilah, hingga engkau melahirkan. Setelah melahirkan, maka ia datang lagi dengan membawa anaknya, kemudian berkata: Aku telah melahirkanya. Tetapi Rasulullah saw mengatakan: Pergilah dan susukan anakmu hingga kamu sapih. Tatkala ia telah  menyapihnya, maka ia datang kembali sambil di tanganya. Ia berkata: Yaa Nabiyullah, ini anakku yang telah kusapih adn telah memakan makanan. Maka Rasulullah saw. Menyerahkan anak tersebut kepada salah seorang muslimin, kemudian wanita itu dikubur sebatas dadanya dan dirajamlah ia.(HR Muslim). Dari sinilah hukuman zina (rajam) ini dapat diqiyaskan hukuman mati yang lain.[4]


Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ
32.  Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra :32)
            Pemberian hukuman yang lebih berat bagi pelaku zina muhsan, yaitu dengan tambahan hukuman raja, adalah balasan bagi pelaku yang telah mendapatkan kesempatan dari Tuhan untuk merasakan hubungan seksualitas yang sah, melalui perkawinan. Ia telah mengingkari nikmat yang telah Tuhan berikan kepadanya. Dengan demikian, pengingkaran terhadap nikmat yang telah diberikan harus dibalas dengan kepedihan rajam. Padahal nikmat perkawinan yang Tuhan karuniakan kepadanya tidaklah disertai pemaksaan untuk berada pada status quo. kalau yang bersangkutan tidak lagi merasakan kepuasan dalam penyaluran biologisnya, tanpa harus melalui pintu yang terlarang atau berzina, Tuhan juga memberikan keleluasaan untuk memilih cara lain, yaitu melalui poligami. Walaupun tidak dianjurkan, bila dibandingkan dengan berzina, cara terakhir ini masih dapat dipertanggung jawabkan.
            Mengenai hukuman rajam- seperti telah disinggung-para ulama berbeda pendapat. Hal ini karena dalam ayat mengenai hukuman zina (An-Nur : 2)
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
2.  Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Tidak disebutkan hukuman rajam, melainkan hukuman jilid. Jumhur fuqaha, mengakui adanya hukuman rajam bagi pezina muhsan. Menurut mereka, walaupun tidak ditunjuk oleh Al-Qur’an, mereka bersandar pada hadits yang dikeluarkan Bukhari bahwa Ali r.a. menjatuhkan hukuman jilid bagi syurahah pada hari kamis dan merajamnya pada hari jum’at.
                Pelaksaan hukuman bagi pelaku zina dilakukan setelah ada pembuktian atau kepastian tentang penzinaannya. Karena zina termasuk kelompok hudud, pelaksanaanya haruslah hati-hati karena hukuman ini sangat berat. Oleh karena itu, hakim haruslah hati-hati menanganinya. Alat bukti untuk jarimah zina ada tiga macam:
1.      Adanya saksi yaitu emapt orang saksi laki-laki yang melihat perbuatan tersebut. Terdiri atas balig, berakal, hifdzun (mampu mengingat), dapat bicara, bisa melihat, adil dan beragama islam.
2.      Pengakuan yaitu sebagian ulama mensyaratkan pengucapan pengakuan sebanyak emapt kali dinisbatkan pada banyaknya saksi (empat saksi)bagi jarimah ini.
3.      Qarinah yaitu tanda-tanda yang mengarah pada hasil dari penzinaan seperti, hamilnya seorang wanita yang tidak bersuami atau wanita tersebut bersuami namun telah berpisah sekian lama yang memungkinkan tidak hamil karena suaminya.







                                                            BAB III
         PENUTUP
 Kesimpulan
             Dari hadist tersebut juga dijelaskan bahwa perempuan yang datang kepada Rasulullah Saw, yang mengakui atas perbuatannya karena telah berzina dan mengakibatkan dia hamil dan meminta untuk dihukum. Dalam hal ini Rasulullah Saw, memerintahkan untuk menunggu merajam wanita penzina itu dikarenakan wanita itu hamil dan  pelaksanaan hukuman rajam di tunda hingga wanita itu melahirkan, barulah setelah melahirkan diperbolehkan untuk dilaksankannya hukuman rajam tersebut.


[1] Al Albani, Muhammad Nasiruddin. Shahih Sunan At-Tirmidzi. (Jakarta: Pustaka Azzam) 2006 hal. 85-186
[2] http://blog.sunan-ampel.ac.id/2011/06/09/hadist-hukuman-bgi-pezina-hamil
[3] Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah. (Bandung: PT. Al-Ma’arif) 1997 hal. 102
[4] Achmad Junaidi Ath-Thayyibiy.Tata Kehidupan Wanita Dalam Syariat Islam. ( Jakarta: Wahyu Press ) 2003ss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar