BAB II
PEMBAHASAN
Islam membangun fondasi rumah tangga yang sakinah, mengikatnya dengan asas yang kuat dan sangat kokoh sehingga menggapai awan dan bintang-bintang. Jika bintang – bintang adalah perhiasan langit, rumah tangga adalah perhiasan masyarakat. Karena pada rumah tangga ada suatu keindahan, kebanggaan, pertumbuhan yang menyenangkan, kebersamaan, dan orang – orang yang dicintai oleh Allah Swt. Dari keluargalah kenikmatan abadi yang bisa diperoleh manusia atau sebaliknya, dari keluarga juga penderitaan yang berkepanjangan yang tiada bertepi yang diujikan Allah kepadanya.
Suami istri adalah fondasi dasar bagi sebuah bangunan rumah tangga. Karena itulah Islam menetapkan kriteria khusus baginya, sehingga menimbulkan rasa cinta, kasih sayang, syiar kebaikan dan saling keterikatan. Demikianlah pernikahan dijadikan sebagai kenikmatan hakiki yang dianugrahkan Allah Swt. Kepada kita, seperti biduk yang berlayar di lautan cinta, ketulusan dan saling berbagi dalam naungan awan kasih sayang dan keimanan.[1]
Allah Swt berfirman :
(#qç7n=s)R$$sù 7pyJ÷èÏZÎ/ z`ÏiB «!$# 9@ôÒsùur öN©9 öNæhó¡|¡ôJt Öäþqß (#qãèt7¨?$#ur tbºuqôÊÍ «!$# 3 ª!$#ur rè @@ôÒsù AOÏàtã ÇÊÐÍÈ
Artinya:
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia dari Allah Swt,mereka tidak dapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar ( QS. Ali –Imran 174).
Seorang istri adalah pendamping hidup suaminya, yang diharapkan dapat memberikan keturunan baginya, membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam rumah tangganya, menyimpan rahasianya dan menjadi teman hidup terdekat dalam suka dan dukanya. Ia juga adalah pilar terpenting yang menopang keluarga, guru paling berpengaruh bagi putra-putrinya dan darinyalah mereka mewarisi banyak sifat yang membentuk perilaku mereka dikemudian hari.
Oleh sebab itu, agama islam menaruh perhatian amat besar terhadap pemilihan calon istri yang salehah, yang akan merupakan sumber kebahagiaan suaminya, anak-anaknya serta anggota keluarga yang lain secara keseluruhan. Kesalehan yang dimaksud tentunya dinilai berdasarkan ketangguhannya dalam berpegang pada nilai-nilai agama, keluhuran akhlaknya serta kasih sayangnya pada sang suami serta anak-anaknya.
Hadis yang berkaitan dengan memilih calon istri
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ حَدَّثَنَا يَحْيَ عَنْ عُبَيْدِ اللّهِ قَالَ حَدَّ ثَنِي سَعِيْدُ بْنُ اَبِي سَعِيدٍ عَن ْ اَبِي هُرَيْرة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ تُنْكَحُ اَلْمَرْ أَةُ لِأَرْبَعِ لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْبِذَاتِ الدِّينِ تَرَبَتْ يَدَاكَ (أخرجه البُخَارِي فِى كِتَابُ النِكَاح بَاُب الأكفاء فى الِدينِ)
Artinya:
....Abdurrahman Ibn Shakhar ( Abu Hurairah ) Ra. Rasulullah SAW bersabda : “ Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya karena jika tidak binasalah kamu ( HR. Al- Bukhary pada kitab nikah bab orang-orang yang mampu beragama)
Perawi awal hadis ini adalah Abdurrahman Ibn Shakhar (Abu Hurairah) Ra sedangkan perawi akhirnya adalah Bukhary.
NO | NAMA KITAB | KITAB/ BAGIAN | NO HADIS |
1. | Shahih Muslim | Al- Radha’ | 2661 |
2. | Sunan Nasa’i | Nikah | 3178 |
3. | Sunan Abu Daud | Nikah | 1751 |
4. | Sunan Ibnu Majah | Nikah | 1848 |
5. | Musnad Ahmad | Baqi Musnad al- Mukatsirin | 9156 |
6. | Sunan Ad- Darimi | Nikah | 2076 |
Nilai hadis shahih riwayat al- Bukhary pada kitab al- nikah bab al- Akhfa’ fi al- Din.[2]
Berdasarkan hadis diatas, ternyata ketika kita ingin menentukan siapa pasangan hidup kita, kita tidak boleh sembarangan memilihnya, kita harus melihat dari beberapa aspek tentang calon pendamping hidup kita. Disini akan di jelaskan, beberapa kreteria tentang memilih calon istri yang perlu diperhatikan, menurut Ibrahim Amini yaitu :
1. Iman dan tanda- tandanya
Faktor agama merupakan faktor yang paling dominan dan paling utama, karena dari faktor inilah yang akan menentukan kebahagiaan dan kedaimaian rumah tangga. Hal ini didaarkan pada hadist riwayat Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa diantara empat faktor yang ditunjuk Rasulullah untuk memilih calon istri maka faktor agamalah yang harus diutamakan dan dinomor satukan. Bahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 221 dinyatakan bahwa sekalipun wanita itu statusnya hanyalah hamba sahaya namun kalau dia mukmin maka lebuh bagus dan lebih baik untuk dikawini daripada seorang wanita merdika yang demikian indah mempesona dan cantik menawan namun dia seorang musyrik penyembah berhala:[3]
4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 wur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sã 4
Artinya:
”Dan sesungguhnya wanita hamba sahaya yang mukmin lebih baik (untuk dikawini) dari pada wanita musyrik, sekaliun menarik hatimu.
1. Akhalaknya
Sesungguhnya akhlak yang baik merupakan unsur yang penting dinilai dalam memilih istri atau suami. Kedua pasangan mengharapkan untuk hidup bersama sepanjang hayat. Maka seandainya mereka berdua mempunyai akhlak yang baik, niscaya kehidupan mereka bahagia, sentosa dan damai. Mereka akan mampu memecahkan dilema-dilema dengan saling pengertian.
Hasan bin Basyar berkata, “Aku menulis kepada Abul Hasan ar- Ridha (as), ‘ sesungguhnya aku mempunyai saudara yang telah meminang kepadaku, namun akhlaknya tidak baik,’ Beliau menjawab.’ Jangan mengawinkannya jika akhlaknya buruk.”[4]
2. Kecerdasan dan kepandaian
Kecerdasan dan kepandaian satu pasangan akan berpengaruh terhadap anak- anak mereka. Anak dari keluarga yang cerdas dan pintar, umumnya menjadi anak yang cerdas pula. Sebaliknya kepandaian dan kebodohan kedua orang tua akan berpengaruh juga pada anak. Sebab seorang istri yang cerdas dan pandai akan mampu mengajari dan memdidik anak- anaknya dengan cara yang paling baik.
Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (as) berkata:
“Hati-hatilah kalian mengawini orang- orang yang bodoh, karena sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah bencana dan anak mereka adalah sia-sia”.Rasulullah Saw berkata kepada Ali as:“Wahai Ali, tiada kefakiran yang lebih hebat dari pada kebodohan dan tiada harta yang lebih berharga dari pada kepandaian”[5]
3. Kesucian dan kemulian
Kehidupan rumah tangga berdiri atas dasar eksklusivitas dan kepercayaan. Setiap suami istri menginginkan pasangannya menjadi miliknya sendiri, tanpa ada orang lain antara dia dan pasangannya. Suami menginginkan agar istrinya tidak mencintai pria lain, begitu juga dengan istrinya menginginkan agar suaminya tidak mencintai wanita yang lain.
Seorang pria, ketika meminang gadis, menginginkan gadis itu menjaga kesuciannya dan menjadi wanita yang mulia serta memiliki rasa malu, agar ia benar-benar percaya padanya, dan begitu pula sebaliknya agar keduanya saling tumbuh kepercayaan.
تَخَيَّرُوْا لِنُطَفِكُمْ فَاِنَّ اْلعِرْقَ دَسَّا سٌ
“pilihlah oleh kalian tempat untuk menumbuhkan nuthfahmu (keturunanmu), maka sesungguhnya darah itu mengalir.[6]
4. Kecantikan
Sesungguhnya kecantikan istri adalah sifat yang hakiki, ini tidak boleh di abaikan. Seorang peria menyukai istri yang cantik dan mempesona, begitu juga seorang wanita menyukai seorang suami yang tampan dan gagah. Islam tidak menentang tuntutan dan keinginan yang ini. Karena itulah Islam membolehkan seorang pria dan wanita saling melihat satu sama lain sebelum menikah.
Rasulullh Saw bersabda,
اِذَا أَرَادَ أحَدُ كُمْ أَنْ يَتَزَوَّجَ اْ لمَرْ أَةَ فَلْيَسْأَ ل عَنْ شَعْرِهَا كَمَ يَسْأَ لُ عَنْ وَجْهِهَا فَأِنَّ الشَّعْرَ أحَدُ الْجَمَا لَيْنِ
“Jika salah seorang dari kalian hendak mengawini seorang wanita, tanyakanlah tentang rambutya sebagaimana ia perlu bertanya tentang wajahnya, karena rambut itu salah satu kecantikan.”(HR. Ibnu Majah)[7]
Sabda Rasulullah lainnya, “Sebaik- baik wanita adalah yang membuatmu bahagia jika dipandang, menurut jika diperintah, jika ia bersumpah ia membenarkannya, merasa adil jika kamu membagi, dan jika kamu tidak ada ia mampu menjaga kesucian dirinya dan hartamu” (HR. Imam Nasai).[8]
5. Kemuliaan Keluarga
Kemuliaan keluarga merupakan salah satu sifat yang perlu di perhatikan dalam memilih istri, karena beberapa alasan. Pertama, anak perempuan yang tumbuh dalam keluarga yang mulia akan menjadi perempuan yang mulia, terhormat dan agung. Kedua, keluarga yang mulia terhadap pengantin pria dan wanita lebih baik dan lebih sopan dibanding keluarga yang hina dan rendah. Mereka memiliki adab, cara, dan norma norma akhlak yang kuat. Ketiga, manusia lazimnya akan berhubungan dengan keluarga istrinya. Maka, jika keluarga mulia niscaya ia akan memperoleh manfaat dari kemuliaan dan reputasi mereka. Sebaliknya, jika keluarga itu hina dan tidak terhormat, niscaya ia akan menemui penderitaan dan siksaan dari pergaulan dengan mereka.
Ibnu Majah Meriwayatkan Sebuah hadis Rasulullah Saw, “ Pilihlah yang tepat untuk tempat benihmu sebab asal keturunan itu membawa pengaruh”[9]
6. Terpelajar
Ilmu dan pengetahuan merupakan kesempurnaan yang hakiki bagi manusia dan sifat yang baik bagi seorang istri. Sesungguhnya kehidupan dan saling pengertian akan lebih baik bila bersama manusia yang terpelajar dan mengerti, karena ia memahami kemaslahatan- kemaslahatan keluarga, akan berusaha mendidik anak-anaknya dengan cara yang paling baik, dan mengetahui tugas- tugasnya. Disamping itu, pergaulan dengan orang yang pandai, berilmu, dan mengerti lebik nikmat dibanding pergaulan dengan orang yang tidak seperti itu.
7. Harta dan kekayaan
Adanya uang dan harta merupakan sesuatu yang baik dan bagus. Tetapi itu tidak boleh di pandang sebagai tujuan dari perkawinan. Kekayaan bukanlah kesempurnaan bagi manusia. Ia bukanlah sesuatu yang pokok bagi kehidupan suami istri, bagi kesenangan dan cinta mereka berdua, dan dalam mendapatkan tujuan yang utama dari perkawinan.
Namun sebaiknya si pria dan wanita berada dalam satu tarap ekonomi, agar keserasian lebih mudah tercipta di antara mereka berdua. Bila taraf ekonomi mereka berdua berbeda, hal ini bisa menimbulkan problema- problema moral dan angan –angan berlebihan yang menyusahkan hidup. Namun masalah ini tidak berlaku bagi setiap individu. Hal ini berkaitan dengan kadar keimanan, kecerdasan, kepandaian dan kemuliaan keluarga.
8. Usia yang sesuai
Dengan kesesuaian usia tidak harus berarti bahwa usia kedua pasangan itu harus sama persis. Paling baik bila si wanita lebih muda satu sampai maksimal lima tahun dari si pria. Perlunya perbedaan ini di kerenakan kondisi wanita yang lebih lekas tua dan lemah di banding pria, sebagai akibat dari kehamilan, kelahiran, dan penyusuan yang harus di tanggungnya. Jika ia lebih muda dari suaminya, ia akan mampu menarik lebih banyak perhatian suaminya dan memuaskan kecendrungan seksualnya. Namun kesesuian usia jangan di pandang sebagai syarat utama.
9. Kesuburan
Tujuan utama sebuah perkawinan adalah mempunyai keturunan, maka sudah selayaknya memilih istri yang dapat melahirkan. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bemaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai seorang yang tidak subur. Laki –laki itu menemui Nabi Saw dan berkata, “ Ya Rasulullah, aku ingin meminang seorang perempuan cantik, berasal dari keluarga mulia dan tidak beranak,” Namun Nabi Saw bersabda kepadanya.
تَزَوَّجُوْا اْلوَدُوْدَ اْلوَلُوْدَ فَانىِّ مُكَاثِرٌبِكُمُ اْلاُمَمَ يَوْمَ اْلقِيَامةِ
“Kawinilah dengan wanita yang dapat melahirkan anak yang banyak dan yang penuh cinta pada suam, karena aku akan membanggakan besarnya jumlah umatku dihadapan nabi- nabi yang lain ada hari kiamat.”(HR. Imam Nas’i)[10]
10. Tidak Fasik
Islam melarang perkawinan dengan orang fasik dan peminum khamar. Rasullah Saw bersabda.
مَنْ زَوَّجَ كَرَيْمَتَهُ مْنْ فّا سِقٍ فَقَدْ قَطَعَ رَحِمَهُ
Artinya:
“Barang siapa mengawinkan anak perempuannya dengan orang fasik berati ia telah memutuskan hubungan silaturrahmi”[11]
11. Keperawanan dan kegadisan
Demikian pula sekiranya keperawanan seorang perempuan menjadi salah satu dari bagian dari penilaian terhadap calon istri, sesuai dengan adat dan kebiasaan pada suatu tempat atau masa, maka terutama bagi seorang laki-laki perjaka, memilih seorang perempuan yang masih perawan. Hal ini mengingat bahwa seorang perawan masih “polos”, belum pernah mengalami pergaulan dengan seorang suami yang lain, sehingga dapatlah diharapkan bahwa cinta kasihnya lebih murni dan hanya tercurah pada satu – satunya laki-laki yang kini menjadi suaminya[12]
Rasulullah bersabda
عَلَيْكُمْ بِاْلأَبْكَارِ . فَأِنَّهُنَّ أَعْذَ بُ اَفْوَا هَا. وَاَنْتَقُ اَرْحَامً. وَاَرْضَى بِاْليَسِيْرِ
“Hendaklah kalian kawin dengan wanita perawan. Sebab perawan itu lebih manis mulutnya, lebih banyak keturunannya dan lebih dapat menerina dengan yang sedikit.”[13]
Selain beberapa kriteria diatas, Abdul Hamid Kisyik menambahkan, bahwa juga perlu memilih calon istri yang jauh. Yang dimaksud jauh disini adalah tempat dan perkerabatan. Hingga memungkinkan wanita itu memiliki keturunan dan sanak famili yang terjaga. Artinya ia dapat melahirkan putra- putri yang sehat, terhindar dari penyakit keturunan yang sering terjadi apabila pasangan suami istri adalah kerabat dekat.
Selain itu memilih istri yang jauh dapat melebarkan sayap persaudaraan dan kekeluargaan untuk memperkuat ikatan sosial yang lebih baik. Karena itulah Rasulullah Saw memberi peringatan kepada umatnya dengan sabdanya,” Janganlah nikah dengan karabat yang dekat karena bisa menyebabkan anak yang dilahirkan cacat.” Yakni kurus serta lemah jasmani dan otaknya. Rasulullah bersabda kembali, “ Carilah yang jauh, jangan karabat yang dekat.”[14]
Dan Menrut Sayid Muhammad Husain Fadhlullah, jika kita ingin memilih pasangan hidup maka utamakanlah aspek agama dan akhlaknya. Berpegangan dengan agama dalam makna yang dalam adalah orang yang akal, hati dan jasadnya terwarnai dengan agama. Orang yang berpegangan dengan agama tidak akan bermaksiat kepada Allah sekecil apapun dalam hidupnya karena ia begitu perhatian dengan hukum-hulum dan hak- hak yang ditetapkan Allah atasnya. Maka berpegang teguh dengan agama merupakan garansi penting dalam kesuksesan kehidupan berumah tangga.
Pentingnya akhlak dalam memilih pasangan hidup, karena akan memperkuat ikatan rohani yang akan mengumpulkan kedua pasangan. Diman keduanya akan saling memahami dan saling percaya sehingga terjalinlah keluaga bahagia.[15]
Menrut Muhammad Bagir al –Habsyi, dalam memilih calon istri yang perlu dilihat adalah agamanya.Walupun demikian , tidak berarti bahwa agama mengabaikan sifat-sifat lahiriah yang baik pada diri seorang perempuan, seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuh dan sebagainya, disamping ketakwaannya, keseluruhan budi pekertinya, kelembutan dan ketulusannya.[16]
Ada sebagian dari kaum muslimin masa kini yamg kehidupannya sudah sangat terpengaruh oleh tradisi dan budaya Barat sehingga membolehkan anak- anak perempuannya pergi kemana saja dan bersama siapa saja di antara kawan laki-lakinya, tanpa sedikitpun pengawasan. Sebagai akibatnya, tidak sedikit dari mereka kehilangan kehoramatannya dan menimbulkan bencana dalam keluarganya.
Sebaliknya masih ada juga keluarga – keluarga yang masih berpegang teguh pada adat istiadat di masa – masa lalu, sehingga tidak sama sekali mengijinkan putri mereka sengaja dilihat atau diajak berbincang – bincang oleh laki- laki yang sungguh- sungguh berniat melamarnya sebagai calon istri. Mereka bersikukuh pada pendiriannya bahwa cukuplah bagi para peminang untuk mengenalnya melalui foto atau melihatnya secara sepintas lalu, di jalan atau pusat pertokoan dan sebagainya.
Sudah barang tentu kedua sikap ekstrem seperti itu tidak dapat dibenarkan, sedangkan agama Islam cukup memberikan kemudahan agar masing – masing calon suami istri dapat saling mengenal dan mengetahui apa saja di antara sifat- sifat masing- masing, demi kebahagiaan mereka sekiranya mereka menjadi suami istri kelak, walaupun semua itu harus berlangsung melalui pengetahuan keluarga mereka dan di bawah pengawasan mereka
Berkenaan dengan hal ini, kebanyakan fuqaha (para ahli hukum agama ) berpendapat bahwa yang boleh dilihat dari perempuan yang akan dipinang hanya terbatas pada bagian –bagian yang tidak termasuk aurat, yaitu wajah dan kedua telapak tangannya saja, sepeti dalam pergaulan sehari hari.
Namun menurut Malik dan Abu Hanifah, demikian pula al- Muzani dari kalangan mazhab Syafi’i, dibolekkan melihat sebagian dari tubuhnya di luar itu, meskipun sebaiknya dengan izin atau sepengatahuan dari perempuan yang akan di pinang atau keluarganya, dan sepanjang niatnya benar –benar ingin meminang.
Maka dapatlah disimpulkan, dengan mengingat tujuan utama di bolehkannya melihat calon istri, dan mengingat pula bahwa hadis – hadis Nabi Saw. Mengenai ini tidak menentukan bagian –bagian manakah yang boleh dilihat dan mana yang tidak boleh, maka yang lebih dapat diterima ialah dibolehkannya melihat kepada bagian- bagian lain dari tubuh perempuan itu yang secara patut dan wajar selain wajah dan kedua telapak tangan, yang sekiranya menambah keinginan untuk menikahi perempuan tersebut. Misalnya, sebagian dari lengan dan kaki, leher, rambut dan sebagainya, yang biasanya tampak ketika perempuan itu berpakaian dirumahnya sendiri.
Selanjutnya, apabila telah melihat perempuan tersebut lalu ia merasa tidak tertarik kepadanya atau tidak cocok dengan seleranya, hendaklah ia tidak mengucapakn sesuatu yang menunjukkan ketidakcocokannya itu, sehingga tidak menyinggung perasaannya dan perasaan keluarganya. Sebab siapa tahu, sesuatu yang tidak disukainya justru menjadi kesukaan orang lain, dan sebaliknya.
ANALISIS
Berdasarkan beberapa kreteria yang telah di jelaskan di atas, maka ketika seseorang akan memilih calon istri perlu diteliti terlebih dahulu tentang calonnya. Jangan sembarangan memilih seseorang.
· Abu Abdillah berkata “ Sesungguhnya wanita bagaikan seuntai kalung, maka lihatlah kalung itu sebelum digunakan. Wanita yang baik maupun yang jahat tak dapat dibandingkan dengan barang. Wanita yang baik tak dapat dibandingkan dengan emas dan perak; sesungguhnya ia lebih baik dari pada emas dan perak. Begitu pula wanita yang jahat tak dapat dibandingkan dengan tanah, sesungguhnya tanah lebih baik darinya.”[17]
· Ibrahim al-kurkhi berkata,” Aku pernah berkata kepada Abu Abdillah,’ Istriku telah meninggal, dan ia serasi denganku. Kini aku ingin kawin lagi.’ Beliau berkata kepadaku, ‘ lihatlah di mana kamu akan menempatkan dirimu dan perhatikanlah wanita yang akan menggunakan hartamu dan mengenal agama serta rahasiamu.”[18]
· Ali bin Musa ar-Ridha berkata, “ Milik seorang pria yang paling berharga adalah istri yang saleh, yang membahagiakan suaminya bila si suami melihatnya, dan melindungi kehormatan dirinya dan harta suaminya ketika suaminya sedang pergi.[19]
· Usman bin Al- Ash Ats-Tsaqafi memberikan pesan kepada anak- anaknya dalam memilih calon istri,” Anak- anakku seandainya kalian sudah layak untuk menikah nanti, pilihlah wanita yang siap berumah tangga, Mau hidup sengsara, dan mampu memberimu keturunan. Carilah ia meskipun sulit.”[20]
Berdasarkan beberapa pendapat ulama di atas maka, ketika seseorang akan memilih calon istri, maka yang pertama kali dilihat adalah agama, dan ketakwaannya. Islam memang sangat menganjurkan untuk memilih calon isti yang dutamakan itu adalah agama. Tapi bukan berati Islam hanya menganjurkan dari segi agamanya saja, kita juga di anjurkan untuk neneliti dari segi lain, seperti kecantikan, keperawanan, dan kesuburan, demi kebahagiaan rumah tangga mereka. Dan sebelum meminang Islam menganjurkan untuk kedua calon harus saling mengenal, demi kebahagiaan rumah tangga dan tidak ada kekecewaan di kemudian hari
أِنَّمَا الدُّ نْيَا مَتَاعٌ . وَلَيْسَ مِنْ مَتَا عِءالدُّ نْيَا شَىْءٌ أَفْضَلُ مِنَ اْ لمَرْ أَةِ الصَّا لِحَةِ.
Artinya
“Bahwasanya dunia itu tempat kesenangan sementara. Tidak ada satupun kesenangan dunia yang lebih utama dari pada seorang wanita saleh[21]
Dan menurut pendapat saya, memang ketika kita akan menentukan calon pendamping hidup kita, kita harus teliti terlebih dulu tentang calon pasangan yang akn kita pilih. Jika masih ragu - ragu maka di anjurkan untuk shalat istiharah agar pilihan yang telah detentukan dapat lebih meyakinkan. Dan jangan lupa minta pendapat orang lain tentang calon pendamping yang telah dipilih, agar ada yang dapat memberikan masukan -masukan yang positip, dan saran- saran yang bisa meyakinkan kita dalam menentukan pilihan. Dan jangan tergesa –gesa dalam menentukan pilihan, pikirkanlah secara matang, agar jangan sampai salah dalam memilih calon istri. Dan saya sependapat dengan pendapat para ulama diatas bahwa yang terpenting dari kriteria dalam memilih calon istri adalah agamanya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ketika seseorang akan memilih calon pendamping hidupnya, termasuk ketika memilih calon istri, maka menurut Rasulullah Saw dilihat dari empat aspek, Yaitu : hartanya, kecantikan, keturunannya, dan agamanya, dan yang paling penting adalah agamanya.
Dan menurut beberapa pendapat ulama kriteria yang harus dilihat ketika memilih calon istri yaitu : ketakwaannya, akhlaknya, kesuburan, kecantikan, keperawanan,kecerdasan, asal- usul keluarganya, kekayaan, kesucian dan kemuliaan, dan kejauhan kerabat.
Dari semua aspek kritetia yang dipilih maka yang diutamakan adalah agamanya.
Pesan
Bagi laki- laki yang ingin mencari pendamping hidupnya, saya menyarankan, jangan tertipu oleh kecantikan wajah dan keelokan tubuh seorang wanita, karena jika kamu ingin menikahi seorang wanita hanya gara- gara kecantikanya maka kamu akan terbinasa. Karena kecantikan itu akan berubah seiring berjalanya waktu. Tapi jika kamu memilih seseorang karena kebersihan hatinya, insayaallah kamu akan mendapatkan segalanya. Karena kecantikan yang sebenarnya adalah kecantikan yang berasal dari hatinya yang bersih dan suci.
DAFTAR PERPUSTAKA
Amini Ibrahim. Kiat Memilih Jodoh Menurut Al- Qur’an dan Sunnah. Jakarta : Lentera. 2000.
Arifin, Bey, dkk. Terjemahan Sunan An- Nasa’iy. Semarang : CV. Asy Syifa. 1993.
Bagir Muhammad. Fiqih Praktis. Bandung : Mizan. 2002.
Husain Fadhlulah Muhammad Sayid. Dunia Wanita Dalam Islam. Jakarta : Lentera. 2000.
Ja’far Abidib. Hadis Nabawi. Banjarmasin : Antasari Press. 2006.
Kisyik Hamid Abdul. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah. Bandung : Al- Bayan.1995.
Shonhaja, Abdul, dkk. Sunan Ibnu Majah. Semarang : CV. Asy Syifa. 1994.
[1] Abdul Hamid Kisyik. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah. (Bandung : Al- Bayan. 1995) h. 20
[2] Abidin Ja’far, Dkk. Hadis Nabawi. (Banjarmasin : Antasari Press. 2006) h.50
[3] Musthafa Kamal Pasha, dkk. Fikih Islam. (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri. 2003) h.261
[4] Ibrahim amini, Kiat memilih Jodoh Menurut Al-Qur’an dan Sunnah,(Jakarta : Lentera, 2000) 76
[6] al-Fikry. Kitab al- Insan .h. 97.
[7] Abdullah Shonhaja,dkk, Sunan Ibnu Majah,(Semarang:CV. Asy syifa. 1994) h. 602
[8] Bey Arifin,dkk, Terjemah Sunan An-Nasa’iy.(Semarang: CV. Asy syifa.1993. h. 450
[9] Sunan Ibnu Majah. Op. Cit. h. 610
[10] Ibid h. 456
[11] Ibid.h. 459
[12] Ibrahim amini, Op.cit h. 99
[13] Ibnu majah Opcit. h.608
[14] Abdul Hamid Kisyik. Opcit. H. 26
[15] Sayid Muhammad Husain Fadhluluah, Dunia Wanita Dalam Islam, (Jakarta : Lentera, 2000), h. 170
[16] Muhammad Bagir Al- Haabsyi, fiqih praktis,(Bandung : Mizan, 2002)h. 34
[17] Ibrahim Amini. Op.cit hal. 86
[19] Musthfa Kamal Pasha. Op.cit.h. 261.
[20] Ibrhim Amini Op. Cit. h. 100
[21] Sunan Ibnu Majah. Op.cit. h. 602
makasih atas masukannya
BalasHapusTX FREN
BalasHapus